Sebuah pembukaan..
Sahabat, tahukah kita bahwa ada satu bulan yang begitu istimewa namun sering kali kita lupakan? Ya, itulah bulan Sya'ban yang dalam masyarakat Jawa disebut bulan
"Ruwah". Bulan Sya'ban ini bulan yang terletak di antara 2 bulan yang juga penuh dengan kemuliaan, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Bulan Sya'ban seringkali dilupakan manusia karena terletak di antara dua bulan yang mulia yaitu bulan Rajab yang merupakan salah satu dari bulan Haram, dan juga Ramadhan yang merupakan bulan yang tidak perlu kita pertanyakan lagi kemuliaannya.
Sya'ban secara bahasa berasal dari kata
Tasya’aba (bahasa Arab) yang berarti berpencar. Pada masa itu, kaum arab biasa pergi memencar, keluar mencari air. Bulan
Sya’ban juga berasal dari kata
Sya’aba yang berarti merekah atau muncul dari kedalaman karena ia berada di antara dua bulan yang mulia juga. Kalau di dalam masyarakat Jawa (khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta) bulan
Sya'ban disebut juga bulan
Ruwah yang berasal dari kata Arwah atau Ruh. Demikian ini dikarenakan masyarakat Jawa mempercayai bahwa pada bulan ini ruh atau arwah manusia yang telah meninggal akan "turun" ke dunia untuk menengok anak cucunya dan setelah selesai akan "naik" lagi ke alam akhirat. Proses "turun" dan "naik"nya arwah atau ruh ini terjadi di awal bulan Sya'ban dan di ahir bulan Sya'ban. Untuk itu di masyarakat jawa dikenal dengan adanya tradisi
"Pudunan" (dari kata "mudun" yang artinya turun) di awal bulan Sya'ban dan juga tradisi
"Punggahan" (dari kata "munggah" yang artinya naik) di akhir bulan
Sya'ban.
Terlepas dari itu semua, akan tetapi ada hal yang lebih penting ntuk kita cermati dan kita perhatikan demi meraih kemanfaatan dari kemuliaan-kemuliaan yang dijanjikan Allah Swt kepada kita di bulan ini.
Apa saja kemuliaan-kemuliaan itu?
Puasa Sunnah di Bulan Sya'ban
Sahabat, Rasulullah Saw biasa memperbanyak puasa sunnah di bulan ini. Beliau hampir penuh puasa di bulan ini. Beliau hanya berbuka atau tidak berpuasa pada beberapa hari saja.
Dari Aisyah r.a beliau mengatakan, "Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, 'Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya'ban." (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Aisyah mengatakan,
"Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh." (H.R. Al Bukhari dan Msulim)
Aisyah mengatakan,
"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian terhadap hilal bulan Sya'ban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan Sya’ban sampai 30 hari." (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i dan sanad-nya disahihkan Syaikh Syu'aib Al Arnauth).
Ummu Salamah radhiallahu 'anha mengatakan,
"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan." (HR. An Nasa'i dan disahihkan Al Albani)
Hadis-hadis di atas merupakan dalil keutamaan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, melebihi puasa di bulan lainnya.
Keistimewaan Sya’ban
Ternyata, puasa beliau ini mengandung hikmah yang luar biasa. Dari sisi fisik, ia merupakan persiapan bagi kita untuk menghadapi puasa di bulan Ramadhan yang sebulan penuh. Dari sisi spiritual, hadits berikut ini menyatakan rahasia hikmah di balik memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, saya bertanya: "Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau (sering) berpuasa dalam satu bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?" Beliau bersabda:
"Itu adalah bulan yang kebanyakan orang melalaikannya yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Yaitu bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Maka aku ingin [ketika] amalanku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa." (Dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Shahih An Nasa’i, No. 2221; dishahihkan oleh Ibnu Huzaimah).
Betapa tergambar kedekatan Rasulullah akan pengawasan Allah dan keinginan beliau untuk selalu memberikan yang terbaik sebagai seorang hamba kepada Rajanya. Beliau ingin mengantarkan amal-amal kebaikan yang sedang menuju keharibaan Allah dalam kondisi terbaik, terhindar dari maksiat dan dosa. Dan hal ini dapat dicapai dengan puasa.
Hikmah Puasa di Bulan Sya’ban
Ustadz Ammi Nur Baits dalam konsultasi syariahnya menyatakan bahwa ulama berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang puasa ini.
Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: "Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya'ban. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa." (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)
Memperbanyak Ibadah di Malam Nisfu Sya’ban
Kemudian beliau menjelaskan tentang para ulama yang berselisih pendapat tentang status keutamaan malam Nisfu Sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut keterangannya:
Pendapat pertama, tidak ada keuatamaan khusus untuk malam Nisfu Sya'ban. Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya'ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah (dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban) mengatakan, "Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, 'Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban'." (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan bulan Sya'ban dan Nisfu Sya'ban. Beliau mengatakan, "Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nisfu Sya'ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam Nisfu Sya'ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis)." (At Tahdzir min Al Bida’, Hal. 11)
Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam Nisfu Sya'ban. Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy'ari radhiallahu 'anhu, dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya'ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan." (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, "…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam Nisfu Sya'ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi'in…" (Majmu’ Fatawa, 23:123)
Ibn Rajab mengatakan, "Terkait malam Nisfu Sya'ban, dulu para tabi'in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma'dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi'in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…" (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).
Ahirnya...
Sahabat, demikian itulah sedikit dari pembahasan yang bisa saya sampaikan, apapun itu - terlepas dari berbagai perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama' kita - kita tetap harus saling menghargai tanpa harus saling menyalahkan dan mengkafirkan. Harapannya dengan demikian kita akan semakin memahami arti kemuliaan bulan Sya'ban ini yang salah satunya adalah sebagai "jembatan" bagi kita untuk menuju ke bulan Ramadhan. Atau juga bisa dimaknai sebagai bulan "pamanasan" untuk kita sebelum kita menjalani serangkaian kewajiban dan ritual ibadah kita di bulan Ramadhan.
Untuk itu tepatlah kiranya jika di bulan Sya'ban ini kita perbanyak ibadah kita serta kita intensifkan muhasabbah (instropeksi) diri kita. Menghitung dan mereview kembali apa-apa saja yang telah kita kerjakan di waktu-waktu sebelumnya. Sehingga dengan demikian kita akan mengetahui telah sampai di mana sebenarnya "posisi" kita saat ini ketika kita berniat berjalan menuju kepada-Nya. Dan harapan yang lain lagi, dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya di bulan Sya'ban ini, kita akan bisa menjalankan ibadah-ibadah kita di bulan Ramadhan nanti dengan lebih ikhlas dan khusyuk, sehingga tujuan Allah swt menjadikan bulan Ramadhan untuk kita agar bisa menjadi hamba yang bertakwa (la'allakum tattaquun) bisa terlaksana.
Aamiin Ya Robbal'alamiin.
Allahu'alam bisshowab...
Barokallahufikum.