Sahabat, sembari merampungkan beberapa bagian jahitan yang kami pesan, bapak tersebut bercerita banyak kepada kami. "Mas, saya sudah menjadi penjahit sejak tahun 72 (maksud beliau tahun 1972), dan saya ini bisa menjahit bukan karena saya ikut kursus lho.." kata beliau dengan senyum tipis di bibirnya. Lantas saya pun menimpali pernyataan beliau itu dengan sebuah pertanyaan. Ya, benar, pertanyaan tentang bagaimana beliau bisa menjadi seorang penjahit tanpa ikut kursus.
Lantas apa jawaban beliau? "Mas, saya bisa menjahit seperti sekarang ini karena sakit hati. Sakit hati karena pada saat itu saya hendak belajar menjahit dengan seseorang, tapi ketika saya datang kepada dia dengan maksud untuk belajar kepadanya, saya malah dicemooh, dikata-katain, dipermalukan. Dari situlah Mas, saya sakit hati dan kemudian terpacu untuk belajar. Ya, saya belajar menjahit sendiri (maksud beliau otodidak) tanpa ada yang mengajari. Saya belajar dari majalah-majalah mode, bahkan beberapa kali saya mendapati potongan koran atau majalah bergambar desain celana atau baju, saya ambil untuk saya pelajari. Beberapa kali saya mencoba-coba dengan membeli celana, rok, ataupun baju yang sudah jadi untuk kemudian saya bedah dan saya pelajari bagian-bagian potongannya. Dari situlah saya belajar Mas, dan alhamdulillah saya bisa seperti sekarang ini. Bahkan beberapa kali ada penjahit lain yang datang belajar kepada saya tentang bagaimana menjahit yang baik itu. Tidak hanya itu, selain saya bisa menjahit, saya juga bisa memperbaiki mensin jahit yang rusak. Dan ketrampilan inipun saya dapatkan dari belajar sendiri."
Subhanallah...
Sahabat, sungguh sebuah hikmah yang sangat dalam, sebuah inspirasi besar. Dimana di saat ujian, hinaan, cacian, celaan, cemoohan datang kepada kita harusnya tidak lantas membuat kita lemah, tidak lantas membuat kita menyerah kepada keadaan, tidak lantas membuat kita terpuruk dalam kesedihan. Tapi justru itu semua bisa menjadikan kita semakin terpacu untuk terus berbenah dan berkarya. Celaan dan hinaan harusnya bisa menjadi semangat pembuktian kita kepada mereka.
Ibarat obat, pahit yang terasa justru menyembuhkan. Dan Allah Swt pun telah menjanjikan "Fa inna ma'al 'ushri yusro. Inna ma'al 'ushri yusro_Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan" (Al-Qur'an surat Al-Insyirah ayat 6-7).
Sahabat, jika Allah Swt sudah menjamin demikan, masihkah kita ragu akan kebenaran janji-Nya?
Yogyakarta, 30 Mei 2013 at 09.50 AM
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete