Ketika Pendidikan dan Penghasilan Istri Lebih Tinggi Daripada Suami

4 comments

Sangat menarik untuk kita bahas tema ini. Ya, tentang bagaimana ketika seorang istri memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan lebih besar daripada suami. Mengapa ini menjadi sangat menarik untuk kita bahas? Karena sering kali inilah yang menjadikan seorang laki-laki merasa minder atau tidak percaya diri ketika dihadapkan pada wanita yang dengan kondisi seperti itu. Ditambah lagi (misal) usia si wanita lebih tua dari ada laki-laki.

Sehingga, kadangkala terhadap wanita yang memiliki pendidikan yang tinggi dan penghasilan yang terlampau besar, laki-laki menjadi "takut" untuk mendekatinya. Karena itu tadi, rasa minder dan underdog masih menjadi stigma yang cukup kuat di benak laki-laki. Karena pada dasarnya, laki-laki merasa ketika berada di hadapan wanita harus memiliki keunggulan sehingga ada yang dia "banggakan" di hadapan si wanita tsb.

Akan tetapi stigma atau pandangan ini tidak sepenuhnya benar, tapi bukan berarti salah juga. Dalam mensikapi kondisi seperti ini, apalagi ketika sudah terikat ke dalam sebuah penikahan, perlu adanya komunikasi dan komitmen yang baik antara laki-laki dan perempuan tsb, antara suami dan istri tsb.

Karena pada dasarnya, Islam sudah memberikan tuntunan dan arahan yang jelas tentang hal ini. Tidak masalah ketika istri memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari suami, penghasilan yang lebih besar dari suami, jabatan yang lebih baik dari suami, dsb. Selama istri mengerti, memahami, dan tidak melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri bagi suaminya dan seorang ibu bagi anak-anaknya.

Lalu bagaiamankah seharusnya seorang istri memposisikan dirinya di dalam rumah tangga? Dalam Kitab Uqud al-Lujjayn fi Bayan Huquq az-Zawjayn (Temali Dua Samudera Mengenai Penjelasan Hak-hak Kedua Pasangan/Suami-Istri) sudah dijelaskan dengan sangat rinci mengenai hal ini, yaitu mengenai bagaimana kewajiba seorang istri terhadap suami.

Di dalam kitab ini dibahas tentang bagaimana kewajiban seorang istri terhadap suaminya, dari kewajiban taat terhadap suami, menyerahkan dirinya secara penuh, selalu di rumah (tidak keluar rumah kecuali dengan ijin suami), menutup diri dari pandangan ajnabi, dan beberapa kewajiban yang lain. Berikut ini antara lain kewajiban seorang istri kepada suami yang dipaparkan di dalam kitab Uqudu Lujjayn ini.
  1. Tidak meragukan kepemimpinan suami (QS. An-Nisa: 34).
  2. Taat kepada perintah suami (kecuali perintah untuk bermaksiat dan dosa).
  3. Menjaga dan memelihara kehormatan dirinya dan harta suaminya ketika suami tidak ada (QS. An-Nisa: 34).
  4. Menyenangkan dan menenangkan hati suami (Al-Hadist).
  5. Bersabar atas kekurangan (sifat dan sikap suami). 
  6. Tidak menganiaya suami dengan memberikan beban pekerjaan yang tidak pantas menjadi beban suami dan menyakitkan hatinya.
  7. Tidak melakukan suatu hal (iabadah sunah, pekerjaan) tanpa ijin suami.
  8. Dan sebagainya.
Banyak juga sumber-sumber dan rujukan-rujukan yang lain yang akan menunjukkan kepada kita apa dan bagaimana kewajiban istri terhadap suami. Karena pada dasarnya, istri adalah pelayan suami sedangkan suami adalah pelindung istri. Ketika dua hal ini dipahami dan benar-benar dilaksanakan di dalam kehidupan berumah tangga, maka in syaa Allah rumah tangga akan sakinah mawaddah, rahmah, dan barokah.

Maka justru ketika istri memiliki pendidikan yang lebih tinggi, penghasilan yang lebih besar, karier yang lebih baik dari pada suami, maka hal itu malah akan menjadi salah satu kekuatan di dalam rumah tangga suami-istri tersebut. Kenapa demikian? Karena hal-hal itu tadi akan menjadi pelengkap mana kala suami berpenghasilan lebih kecil, berpendidikan lebih rendah dsb. Akan tetapi sangat penting untuk diingat dan diperhatikan, bagaimapun istri harus bisa menghargai, menghormati, memuliakan dan membesarkan hati suami walaupun penghasilan istri lebih besar, pendidikan lebih tinggi, dan karier lebih bagus dari pada suami. Tunjukkan bakti dan cinta sepenuhnya untuk suami, tunjukkan ketaatan kepada suami dalam ketaqwaan kepada Allah swt, tunjukkan kepada suami bahwa istri mampu menjadi istri yang sholihah yang qurrota a'yun bagi suami, yang menyejukkan pandangan dan mendamaikan hati. Tetap berlemah lembut dan bermanja kepada suami, tunjukkan kepada suami bahwa istri sangat membutuhkan suami walaupun penghasilan istri lebih tinggi, pendidikan lebih bagus, dan karier lebih baik daripada suami.

Hal ini karena kedudukan suami terhadap istri di dalam ranah berumah tangga sangatlah tinggi, Rosulullah sendiri yang menyatakan hal ini dalam sebuah hadistnya, "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada yang lain, maka tentu aku akan memerintahkan para wanita untuk bersujud kepada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besar hak suami yang menjadi kewajiban istri." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadist ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan suami terhadap istri. Karena suami memang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin dan pelindung bagi istri. Istri adalah pelayan bagi suaminya. Bukan berarti ini menjadikan wanita terkekang dan direndahkan, bukan. Justru inilah yang akan menjadikan mulia seorang wanita. Mulai di dunia, dan mulia di akhirat kelak.

Dalam hal ini contoh yang sangat nyata adalah kehidupan rumah tangga Rosulullah SAW dengan Ibunda Khadijah, yang mana secara kekayaan dan penghasilan, beliau jauh melampaui Rosulullah SAW. Secara usia beliau juga jauh di atas usia Rasulullah SAW. Tapi ternyata kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW dengan beliau sangatlah harmonis. Ibunda Khadijah tahu bagaimana beliau memposisikan diri sebagai seorang istri bagi Rasulullah SAW. Contoh ketika Rasulullah SAW pulang dari Goa Hiro selepas menerima wahyu yang pertama kalinya, Rosulullah SAW pulang dalam keadaan gemetaran dan mengigil karena ketakutan. Ketika sampai di rumah, Ibunda Khadijah lantas menyambut Rasulullah SAW dengan lembut, memberikan Rasulullah SAW minum dan selimut, hingga kemudian menenangkan Rasulullah SAW di dalam pelukan beliau. Inilah salah satu contoh nyata bagaimana memposisikan diri sebagai seorang istri, meskipun istri dalam keadaan berpenghasilan besar, berpendidikan tinggi, dan berkarier lebih baik dari pada suami.

Sehingga pada ahirnya, kembali kepada komunikasi yang baik antara suami-istri, serta pemahaman istri akan tugas dan kewajiban utamanya sebagai seorang istri. Seberat dan sesibuk apapun pekerjaan istri, tidak boleh menjadikannya sebagai alasan istri untuk melalaikan tugas dan kewajiban dia sebagai istri bagi suaminya dan sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Pun demikian halnya dengan tingginya pendidikan dan besarnya penghasilan istri, tetaplah dia harus bisa berposisi sebagai istri yang baik bagi suaminya yang artinya harus tet menunaikan tugas dan kewajibannya sebagainseorang istri yang melayani, menyenangkan dan menenangkan hati suami.

Kalau kata KH. Anwar Zahid, "Senajan wong wedok kuwi ahli ibadah, nek sholat khusyuk, nek sujud bathuke sampe benjut, nek dzikir lambene nganti njedir, nek shodaqoh nyah-nyoh.. kok wani karo wong lanang, mbantahi wong lanang, nglarani atine wong lanang.. Suwargo gak bakalan nompo wong wedok seng koyo ngono kuwi dapurane."
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

4 comments:

Translate