Galau? Hmmmm...

2 comments
Sedikit membuka cerita.

Pagi ini sekira pukul 05.12.15 WIB ada sebuah sms masuk di HP-ku. Setelah ku lihat ternyata dari seorang adik kelas saat SMA yang memang cukup akrab denganku. "Assalamu'alaykum.. Mas Teguh nembe sibuk gak?" Yang kemudian saya balas, "Wa'alaykumussalam wr wb. Mboten Dek. Pripun?" Diapun membalas lagi, "Aku mau tanya, boleh?" "Boleh to. Tanya apa? Serius amat katone?" Jawabku kemudian. Lalu apakah jawaban dia kemudian? "Gak begitu serius juga sih.. Emmm, apa sich yang bisa membuat sampeyan selalu semangat menjalani hari-hari?"



Nahh...

Lalu di mana sisi menariknya? Ya, tepat. Tentang motivasi dan semangat hidup. Itu yang dia tanyakan. Dari awal membaca pertanyaan di smsnya otu tadi aku sudah bisa menangkap bahwa dia tengah dalam kondisi futur, yaachh.. kalau bahasa anak sekarang disebut galau. Dia sedang butuh tempat curhat dan butuh motivasi. Dan ternyata benar. Setelah aku telisik lebih jauh ternyata memang benar dia sedah dakam kondisi terpuruk, galau, dan butuh motivasi.

Hmmm.. Ini bukanlah yang pertama kalinya buatku. Seringkali aku menerima sms2, inbox di FB, ditelepon, bahkan didatangi langsung oleh teman2 dan adik2 kelas yang tengah butuh motivasi. Entahlah aku juga tidak tahu, ada apa sebenarnya dengan kondisi generasi muda kita saat ini. Karena seringkali saya lihat di media sosial (FB maupun Twitter) banyak dari mereka yang meng-upload status atau nge-twit tentang kegalauan mereka.

Lalu bagaimana dong???

Hmmm,, Sekedar berbagi tanpa maksud menggurui. Sebenarnya kalau kita pikir2 kenapa sih kita musti galau? Apakah ada alasan yang tepat yang membenarkan kegalauan kita? Karena gak punya duit? Karena dapat nilai jelek? Karena diputus pacar? Atau karena apa?

Sebenarnya tidak ada alasan galau jika kita hanya meng-galau-i urusan-urusan duniawi. Tidak tepat rasanya kita resah, gelisah, gundah-gulana hanya karena memikirkan hal2 yang "tidak" penting. Ingat bro.. Kita hidup ini sudah diatur dengan cantiknya oleh Allah SWT. Semua yang kita alami kemaren, hari ini, dan bahkan esok hari itu sudah disetting secara sempurna olehNYA. Tak perlu galau. Toh kita tinggal manut saja dengan apa yang Allah SWT kehendaki. Allah Swt ingin A, kita manut A. Dia ingin B, kita manut B. Dengan ini kita akan merasakan hidup yang tenang dan damai, karena setiap hela nafas kita didasari dengan kepasrahan kepada Allah SWT. Innallaha ya'lamu wa antum la ta'lamuun. Allah SWT lebih tahu apa2 yang kita butuhkan. Dia lebih tahu apa2 yang tarbaik untuk hambaNYA. Jadi tak perlu galau lagi dengan angan2 dan pikiran2 yang tak jelas.

Dan juga seringkali ke-galau-an ini diakibatkan dari pola hidup kita yang kemrungsung, tidak qona'ah dan terlalu ambisius. Tingginya angan2 yang tidak dibarengi dengan penguatan ruhiyah (penguatan spiritual) akan pula mengakibatkan ke-galau-an ini. Semakin tinggi angan2, semakin besar ambisi kita untuk meraihnya. Dalam proses pencapaiannya pun akan membuat hidup kita kemrungsung dan tidak tenang. Apalagi jika kita gagal dalam mewujudkan apa yang kita angankan tersebut..

Untuk itu, perlu kiranya kita perbaiki pola hidup kita, jangan terlalu banyak target yang belum tentu sesuai dengan kemmpuan kita dalam meraihnya. Jalin silaturrahmi dengan sahabat, dengan kerabat, dengan teman.. Jangan sampai kita memutus tali silaturrahim. Sempatkan waktu kita untuk berkunjung ke rumah/tempat tinggal mereka. Kalaupun tidak bisa, sempatkan diri untuk sms, telpon. chatting dengan mereka. Tanyakan kabar mereka, minta mereka bercerita tentang pengalaman2 mereka, tentang aktivitas mereka, tentang impian2 mereka. Dari itu semua kita akan mendapatkan pengaruh2 positif, kita akan mendapatkan wawasan2 baru, semangat baru, ide2 baru, inspirasi2 baru dari setiap apa yang mereka ceritakan. Dan juga yang paling penting jalinan silaturrahim akan tetap terjaga dan kita tidak pernah merasa sendiri.

Memandang permasalahan yang datang kepada kita dari sisi yang positif juga sangat penting untuk kita lakukan. Jangan sampai kita terbelenggu oleh pikiran2 kita sendiri, oleh praduga2 yang tidak jelas. Suatu permasalahan bisa berbeda hasilnya jika kita pun memiliki sudut pandang yang berbeda dalam penyelesaiannya. Misal saja permasalahan A yang datang kepada kita, jika belum2 kita sudah phobia dan langsung memfonis dengan persepsi2 negatif maka sudah pasti masalah itu akan semakin rumit untuk kita uraikan. Tapi jika kita sudah memiliki persepsi awal yang positif, seberat dan sebesar apapun masalah itu pasti akan mudah untuk kita bisa menyelesaikannya.



Dan ahirnya...

HARAPAN, itulah kata kunci yang selama ini menjadi penyemangat dalam hidupku. Dengan harapan itu pula aku mencoba meraih mimpi2ku. Dengan harapan yang berkandaskan keimanan yang menancapkuat, aku menjalani hari2ku dengan keceriaan dan kebahagiaan. Dan yang pasti hanya kepada Allah SWT-lah aku menggantungkan harapanku, menggantungkan asaku, memasrahkan segala kehidupan dan kematianku (kelak). Jadi, kalau semua sudah ditetapkan oleh Allah SWT, apa lagi yang harus kita galau-kan? So,, say no to galau? Oke bro??? ^_^

Yogyakarta, Rabu/26 Juni 2013 at 03.36 PM
Read More

Keutamaan Bulan Sya'ban

1 comment

Sebuah pembukaan..

Sahabat, tahukah kita bahwa ada satu bulan yang begitu istimewa namun sering kali kita lupakan? Ya, itulah bulan Sya'ban yang dalam masyarakat Jawa disebut bulan "Ruwah". Bulan Sya'ban ini bulan yang terletak di antara 2 bulan yang juga penuh dengan kemuliaan, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Bulan Sya'ban seringkali dilupakan manusia karena terletak di antara dua bulan yang mulia yaitu bulan Rajab yang merupakan salah satu dari bulan Haram, dan juga Ramadhan yang merupakan bulan yang tidak perlu kita pertanyakan lagi kemuliaannya.

Sya'ban secara bahasa berasal dari kata Tasya’aba (bahasa Arab) yang berarti berpencar. Pada masa itu, kaum arab biasa pergi memencar, keluar mencari air. Bulan Sya’ban juga berasal dari kata Sya’aba yang berarti merekah atau muncul dari kedalaman karena ia berada di antara dua bulan yang mulia juga. Kalau di dalam masyarakat Jawa (khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta) bulan Sya'ban disebut juga bulan Ruwah yang berasal dari kata Arwah atau Ruh. Demikian ini dikarenakan masyarakat Jawa mempercayai bahwa pada bulan ini ruh atau arwah manusia yang telah meninggal akan "turun" ke dunia untuk menengok anak cucunya dan setelah selesai akan "naik" lagi ke alam akhirat. Proses "turun" dan "naik"nya arwah atau ruh ini terjadi di awal bulan Sya'ban dan di ahir bulan Sya'ban. Untuk itu di masyarakat jawa dikenal dengan adanya tradisi "Pudunan" (dari kata "mudun" yang artinya turun) di awal bulan Sya'ban dan juga tradisi "Punggahan" (dari kata "munggah" yang artinya naik) di akhir bulan Sya'ban.

Terlepas dari itu semua, akan tetapi ada hal yang lebih penting ntuk kita cermati dan kita perhatikan demi meraih kemanfaatan dari kemuliaan-kemuliaan yang dijanjikan Allah Swt kepada kita di bulan ini.

Apa saja kemuliaan-kemuliaan itu?

Puasa Sunnah di Bulan Sya'ban

Sahabat, Rasulullah Saw biasa memperbanyak puasa sunnah di bulan ini. Beliau hampir penuh puasa di bulan ini. Beliau hanya berbuka atau tidak berpuasa pada beberapa hari saja.

Dari Aisyah r.a beliau mengatakan, "Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, 'Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya'ban." (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan,

"Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh." (H.R. Al Bukhari dan Msulim)

Aisyah mengatakan,

"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian terhadap hilal bulan Sya'ban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan Sya’ban sampai 30 hari." (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i dan sanad-nya disahihkan Syaikh Syu'aib Al Arnauth).

Ummu Salamah radhiallahu 'anha mengatakan,

"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan." (HR. An Nasa'i dan disahihkan Al Albani)

Hadis-hadis di atas merupakan dalil keutamaan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, melebihi puasa di bulan lainnya.

Keistimewaan Sya’ban

Ternyata, puasa beliau ini mengandung hikmah yang luar biasa. Dari sisi fisik, ia merupakan persiapan bagi kita untuk menghadapi puasa di bulan Ramadhan yang sebulan penuh. Dari sisi spiritual, hadits berikut ini menyatakan rahasia hikmah di balik memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.

Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, saya bertanya: "Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau (sering) berpuasa dalam satu bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?" Beliau bersabda:
"Itu adalah bulan yang kebanyakan orang melalaikannya yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Yaitu bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Maka aku ingin [ketika] amalanku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa."
(Dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Shahih An Nasa’i, No. 2221; dishahihkan oleh Ibnu Huzaimah).

Betapa tergambar kedekatan Rasulullah akan pengawasan Allah dan keinginan beliau untuk selalu memberikan yang terbaik sebagai seorang hamba kepada Rajanya. Beliau ingin mengantarkan amal-amal kebaikan yang sedang menuju keharibaan Allah dalam kondisi terbaik, terhindar dari maksiat dan dosa. Dan hal ini dapat dicapai dengan puasa.

Hikmah Puasa di Bulan Sya’ban

Ustadz Ammi Nur Baits dalam konsultasi syariahnya menyatakan bahwa ulama berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang puasa ini.

Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: "Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya'ban. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa." (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)

Memperbanyak Ibadah di Malam Nisfu Sya’ban

Kemudian beliau menjelaskan tentang para ulama yang berselisih pendapat tentang status keutamaan malam Nisfu Sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut keterangannya:

Pendapat pertama, tidak ada keuatamaan khusus untuk malam Nisfu Sya'ban. Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya'ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah (dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban) mengatakan, "Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, 'Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban'." (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan bulan Sya'ban dan Nisfu Sya'ban. Beliau mengatakan, "Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nisfu Sya'ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam Nisfu Sya'ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis)." (At Tahdzir min Al Bida’, Hal. 11)

Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam Nisfu Sya'ban. Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy'ari radhiallahu 'anhu, dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya'ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan." (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).

Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, "…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam Nisfu Sya'ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi'in…" (Majmu’ Fatawa, 23:123)

Ibn Rajab mengatakan, "Terkait malam Nisfu Sya'ban, dulu para tabi'in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma'dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi'in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…" (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).

Ahirnya...

Sahabat, demikian itulah sedikit dari pembahasan yang bisa saya sampaikan, apapun itu - terlepas dari berbagai perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama' kita - kita tetap harus saling menghargai tanpa harus saling menyalahkan dan mengkafirkan. Harapannya dengan demikian kita akan semakin memahami arti kemuliaan bulan Sya'ban ini yang salah satunya adalah sebagai "jembatan" bagi kita untuk menuju ke bulan Ramadhan. Atau juga bisa dimaknai sebagai bulan "pamanasan" untuk kita sebelum kita menjalani serangkaian kewajiban dan ritual ibadah kita di bulan Ramadhan.

Untuk itu tepatlah kiranya jika di bulan Sya'ban ini kita perbanyak ibadah kita serta kita intensifkan muhasabbah (instropeksi) diri kita. Menghitung dan mereview kembali apa-apa saja yang telah kita kerjakan di waktu-waktu sebelumnya. Sehingga dengan demikian kita akan mengetahui telah sampai di mana sebenarnya "posisi" kita saat ini ketika kita berniat berjalan menuju kepada-Nya. Dan harapan yang lain lagi, dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya di bulan Sya'ban ini, kita akan bisa menjalankan ibadah-ibadah kita di bulan Ramadhan nanti dengan lebih ikhlas dan khusyuk, sehingga tujuan Allah swt menjadikan bulan Ramadhan untuk kita agar bisa menjadi hamba yang bertakwa (la'allakum tattaquun) bisa terlaksana.

Aamiin Ya Robbal'alamiin.
Allahu'alam bisshowab...
Barokallahufikum.
Read More

Sekedar bersyukur, mudah kok ^_^

Leave a Comment


Hmmmm... apa kabar Sahabatku? Bagaimana keadaan kalian hari ini? Dan aku sangat berharap semoga Allah Swt senantiasa memberikan kebaikan yang terbaik untuk dirimu dan untuk diriku. Barangkali saat ini ada di antara kita yang tengah merasakan kebahagiaan karena mendapatkan beberapa keberuntungan, dan mungkin di sisi lain ada di antara kita yang tengah dalam kesedihan dan ke-galau-an karena mendapatkan beberapa ujian.

Sahabat, apapun dan bagaimanapun keadaan kita saat ini, sepatutnya kita tetap bersyukur kepada Allah swt. Mensyukuri setiap yang Dia berikan untuk kita. Apapun itu, entah yang menurut kita sebagai suatu "keburukan" ataupun sebagai suatu "kebaikan" bagi kita. Kita syukuri, apapun itu. Karena bisa jadi ketika kita sedang mendapatkan masalah, sedang mendapatkan ujian, mendapatkan beban hidup... maka setelah itu akan ada kemudahan untuk kita. Dan barangkali dengan ujian, dengan adanya kesulitan, dengan diberikanNya tantangan hidup kepada kita. Kita akan menjadi pribadi yang lebih dewasa dan lebih maju. Karena Allah swt telah menjanjikan "Innama'al usri yusro" - Sesungguhnya bersama dengan kesulitan, dengan adanya ujian, dengan diberikannya cobaan hidup, pasti akan ada kemudahan untuk kita, pasti akan ada solusi untuk kita, pasti akan ada alan keluar untuk masalah-masalah kita. Karena inilah janji Allah Swt kepada kita.

Begitu pula ketika kita mendapatkan kebaikan, kenikmatan, kemuliaan, keberuntungan. Jangan lantas itu semua membuat kita terlena, buta, dan silau akan itu semua. Karena bisa jadi kemulaiaan dan kenikmatan itu adalah ujian dari-Nya untuk kita. Karena kebanyakan manusia akan tahan dengan ujian berupa penderitaan, tapi akan kalah ketika menghadapi ujian berupa kenikmatan hidup dan kemuliaan. Aku jadi teringat dengan pesan Mas Yunus (Yunus Suryawan, S.STP, M.Si - Alumni IPDN - Mantan Ketua Rohis IPDN - Sekretaris Kecamatan Geyer Kab. Grobogan Jateng) kepadaku tentang "SAP PITU" dari Sunan Drajat, yang mana berisi tujuh tangga/tahapan untuk meraih kemuliaan hidup, yang salah satunya adalah "Jroning suko kudu eling lan waspodo". Di dalam keadaan senang, di dalam kebahagiaan, di dalam kenikmatan yang kita dapatkan... kita tetap harus ingat dan waspada, kita tidak boleh terlenakan oleh kenikmatan-kenikmatan dunia yang kita raih, kita tidak boleh terjerumus dan terlalaikan oleh kebahagiaan-kebahagiaan yang kita dapatkan.

Inilah Sahabatku,,, bersyukur, hal yang kecil namun seringkali terlalaikan oleh kita. Ingatlah sahabatku,, "Fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban" - Maka nikmat Tuhanmu yang manakan yang kamu dustakan?

Yogyakarta, Sabtu/15 Juni 2013 at 11.58 AM
Read More
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home

Translate