Idul Fitri 1436H: Kemenangan yang Hakiki

Leave a Comment


Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. La ilaha ilallahu Allahu Akbar.. Allahu Akbar walillahilhamd.Alhamdulillah.. sesungguhnya segala puja, puji, kemuliaan, hanyalah teruntuk Allah swt. Dialah Sang Maha Mulia, yg tiada butuh suatu apapun atau siapapun untuk menambah kemuliaanNya. Dialah penggenggam semesta dengan segala isinya,  penggenggam hati, pikiran, perasaan, dan jiwa manusia. Dialah pemilik kerajaan langit dan bumi, Dialah penguasa hari dimana seluruh manusia dikumpulkan untuk menerima pengadilan dariNya.

Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Ramadhan telah kita lalui. Dan sesungguhnya pada hari ini kita selayaknya tidak hanya tenggelam dalam gegap gempita "kemenangan".  Hari ini harusnya menjadi hari dimana kita melakukan evaluasi (muhasabah) diri kita, muhasabah amaliah kita, muhasabah ibadah kita selama satu bulan Ramadhan yang telah kita lalui. Akankah kita sudah mencapai targetan-targetan ibadah yang telah kita canangkan di awal bulan Ramadhan kemarin. Ataukah kita banyak melewatkan kesempatan-kesempatan terbaik kita untuk melakukan amaliah yang pahalanya berlipat-lipat dari hari-hari biasa. Ataukah bahkan kita melewatkan kesempatan terbaik kita untuk bermunajat di malam nan mulia yang kemuliaannya lebih mulia dari seribu bulan malam-malam biasa?

Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Maka, marilah kita jadikan hari ini, 1 Syawal 1436H, sebagai hari peningkatan, bukan hari penurunan. Hari KEMENANGAN, bukan "kemenangan". Apa yang telah kita lakukan dan kita raih selama satu bulan Ramadhan kemarin, kita pertahankan untuk kemudian kita tingkatkan. Ketika kita mampu mempertahankan apa-apa yang telah kita raih, kemudian kita tingkatkan.. maka itulah kemenangan yang sebenarnya. Sabar, iklas, semangat ibadah... Sholat 5 waktu, qiyamullail, dzikir, tilawah, shodaqoh, zakat, dan segala amal kebaikan yang telah kita laksanakan, kita pertahankan untuk kemudian kita tingkatkan, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Itulah yang menjadi tolak ukur kebarokahan Ramadhan telah kita dapatkan.

Ahirnya..
Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. La ilaha ilallahu Allahu Akbar.. Allahu Akbar walillahilhamd. Taqobalallahu minna wa minkum. Taqobbal yaa Kariim. Apapun itu, doa kita, semoga Allah swt menerima setiap amal ibadah yang telah kita lakukan selama Ramadhan kemarin, mengampuni dosa-dosa kita, serta memberikan kekuatan kepada kita untuk selalu istiqomah dalam kemuliaan Islam. Minal a'idzin wal faizin. Mohon maaf atas segala salah dan khilaf.


Read More

Antara Tarawih dan Tahajjud, bedakah?

Leave a Comment

Istilah tarawih, tahajjud dan qiyamullail ini seringkali bikin kita pusing. Sebab banyak sekali yang memahaminya dengan rancu dan terbolak-balik. Oleh karena itu mari coba kita bahas pelan-pelan, semoga menjadi terurai dan jelas masing-masing maknanya.

A. Pengertian Qiyamullail

Kita mulai dari pengertian qiyamullail dulu, karena ruang lingkupnya paling luas. Para ulama mengatakan bahwa qiyamullail sebagaimana maknanya secara bahasa : bangun malam, maksudnya adalah semua jenis shalat yang dikerjakan malam hari, khususnya setelah shalat Isya' hingga shalat shubuh.

Sehingga baik shalat tarawih atau pun shalat tahajjud, keduanya termasuk ke dalam qiyamullail. Namun tentu saja antara tarawih dan tahajjud punya banyak sekali perbedaan.

B. Perbedaan Antara Shalat Tarawih dan Tahajjud

Meski sama-sama tercakup dalam agenda qiyamullail, namun umumnya para ulama membedakan antara shalat tarawih dengan tahajjud. Setidaknya ada delapan perbedaan yang bisa kita catat dalam kesempatan ini. Di antara perbedaan-perbedaan itu antara lain :

1. Perbedaan Pertama : Masa Pensyariatan Tarawih
Tarawih belum disyariatkan ketika Rasulullah SAW masih di Mekkah, maka selama di masa Mekkah tidak dikenal shalat tarawih, karena baru nanti ketika di Madinah setelah hijrah Rasulullah SAW melaksanakannya.

Berbeda dengan shalat tahajjud yang disyariatkan sejak awal mula masa kenabian. Ada yang mengatakan bahwa wahyu kedua yang turun sudah memerintahkan bangun malam dalam arti shalat tahajjud. Intinya, shalat tahajjud sudah dikenal dan disyariatkan sejak masih di masa Mekkah.

Hingga akhir masa kehidupan Nabi SAW, beliau masih terus melakukan shalat tahajjud. Sedangkan shalat tarawih, dengan alasan takut diwajibkan, beliau SAW dan para shahabat tidak lagi melakukannya hingga wafat.

Dari sisi pensyariatannya saja, tarawih dan tahajjud memang sudah berbeda. Maka jangan sampai rancu dalam memahami keduanya.


2. Perbedaan Kedua : Tarawih Nabi SAW Hanya Tiga Kali
Sebagaimana disinggung di atas, kalau kita telurusi hadits-hadits yang shahih, ternyata shalat tarawih di masa Nabi SAW dilakukan hanya tiga kali saja. Shalat itu dilakukan secara berjamaah dan dilakukan di dalam masjid nabawi.

Semakin hari semakin ramai para shahabat yang mengikutinya, hingga kemudian beliau SAW menghentikannya. Sehingga para shahabat pun otomatis juga meninggalkannya. Alasannya karena beliau khawatir bila tarawih diwajibkan dan akan memberatkan.

Tidak ada keterangan yang valid apakah beliau SAW mengerjakannya sendirian di rumah. Yang jelas ketika meninggalkannya, Rasulullah SAW menegaskan alasannya, yaitu karena takut tarawih itu diwajibkan.

Sedangkan shalat tahajjud dilakukan oleh Rasulullah SAW setiap malam, tanpa pernah dihentikan lantaran takut diwajibkan. Maka sepanjang hidupnya pada tiap malam beliau SAW selalu melakukan shalat tahajjud. Tidak peduli apakah di dalam bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan, karena tahajjud khusus buat beliau SAW hukumnya wajib.

3. Perbedaan Ketiga : Tarawih Hanya di Bulan Ramadhan
Para ulama umumnya sepakat bahwa shalat Tarawih itu bukan shalat tahajjud. Hal utama yang membedakan tarawih dengan tahajjud adalah bahwa tarawih ini hanya disyariatkan di bulan Ramadhan saja.

Tidak ada shalat tarawih yang dikerjakan di luar bulan Ramadhan. Di luar bulan Ramadhan, kalau ada shalat yang disunnahkan, hanya shalat tahajjud dan shalat witir. Tahajjud dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah beliau tidur malam, sedangkan shalat witir merupakan penutupnya.

Namun ada juga keterangan bahwa shalat witir itu bisa dikerjakan sebelum tidur. Namun namannya tetap shalat witir dan bukan tarawih.

4. Perbedaan Keempat : Tarawih Berjamaah di Masjid
Perbedaan penting antara tarawih dan tahajjud adalah bahwa selama tiga kali Rasulullah SAW dan para shahabat melakukannya, semua dilakukan dengan berjamaah yang amat banyak, bahkan hingga memenuhi masjid nabawi kala itu.

Bahkan salah satu alasan kenapa shalat tarawih saat itu dihentikan juga salah satunya karena jamaahnya semakin banyak. Sehingga Rasulullah SAW khawatir bila hal itu dibiarkan terus menerus, akhirnya akan diwajibkan oleh Allah SWT.

Sedangkan shalat tahajjud, meski hukumnya boleh berjamaah, tetapi dalam kenyataannya Rasulullah SAW lebih sering melakukannya sendirian, tidak mengajak orang-orang untuk ikut di belakang beliau. Kadang beliau mengerjakannya di dalam rumah (kamar Aisyah), kadang beliau lakukan di dalam masjid.

Kalau pun ada shahabat yang ikut jadi makmum, paling-paling satu dua orang saja. Tidak ada catatan bahwa shalat tahajjud yang beliau SAW lakukan diikuti orang satu masjid.

Oleh karena itulah kebanyakan ulama lebih menganjurkan shalat tahajjud dikerjakan sendirian, meski ada juga yang membolehkan untuk dikerjakan berjamaah di masjid.

5. Perbedaan Kelima : Tarawih Sebelum Tidur
Shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat yang hanya tiga kali itu ternyata dilakukan sesudah shalat isya' dan sebelum tidur malam. Mirip dengan yang semua orang lakukan di masa sekarang ini.

Sedangkan shalat tahajjud dilakukan oleh Rasulullah SAW di akhir malam, setelah beliau SAW selesai beristirahat tidur malam. Tidak ada shalat tahajjud yang dilakukan pada awal malam.

Secara bahasa, kata tahajjud (تهجد) berasal dari kata hujud (هجود). Menariknya, kata tahajjud punya dua arti sekaligus yang berlawanan, begadang dan tidur. Jadi bisa diterjemahkan menjadi begadang, tapi kadang bisa juga diterjemahkan menjadi tidur.
Al-Azhari dalam Lisanul Arab menyatakan bahwa bila kita menyebut Al-Hajid (الهاجد) artinya adalah orang yang tidur. Kata hajada (هجد) bermakna tidur di malam hari (نام بالليل).

Sedangkan kalau kita sebut Al-Mutahajjid (المتهجد) artinya adalah orang yang bangun pada malam hari untuk ibadah. Seolah-olah mutahajjid ini adalah orang yang membuang hujud (tidur) dari dirinya.

Sedangkan secara istilah syariat, di dalam kitab Nihayatul Muhtjd jilid 2 hal. 127 disebutkan bahwa tahajjud adalah :

صَلاَةُ التَّطَوُّعِ فِي اللَّيْل بَعْدَ النَّوْمِ

Shalat tathawwu' pada malam hari setelah bangun dari tidur.

Hal ini dikuatkan dengan hadits dari Al-Hajjaj bin Amr radhiyallahuanhu :

يَحْسِبُ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْل يُصَلِّي حَتَّى يُصْبِحَ أَنَّهُ قَدْ تَهَجَّدَ إِنَّمَا التَّهَجُّدُ : الْمَرْءُ يُصَلِّي الصَّلاَةَ بَعْدَ رَقْدَةٍ

Ada seorang diantara kalian yang mengira bila seseorang shalat di malam hari hingga shubuh, dia dikatakan sudah bertahajjud. Padahal tahajjud itu adalah seseorang melakukan shalat setelah bangun dari tidur.

6. Perbedaan Keenam : Rakaat Tarawih Ikhtilaf
Bicara jumlah rakaat tahajjud, kita punya banyak hadits yang menyebutkan bahwa beliau SAW mengerjakannya dengan 11 atau 13 rakaat.

كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْل ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً

Adalah Rasulullah SAW shalat malam dengan 13 rakaat (HR. Muslim)

Namun ada juga hadits yang menyebutkan bahwa beliau SAW shalat malam tidak lebih dari 11 rakaat, sebagaimana hadits Aisyah radhiyallahuanha berikut ini :

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Beliau SAW (shalat malam) tidak pernah lebih dari 11 rakaat, baik di dalam bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan (HR. Bukhari)

Tetapi kalau kita bicara tentang jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat, maka timbul ikhtilaf di tengah lama. Mengapa?

Ternyata memang kita tidak menemukan haditsnya. Sehingga berapa jumlah rakaatnya, tidak pernah disebutkan dalam hadits secara tegas. Kalau ada yang bilang beliau mengerjakan 11 atau 20 rakaat, tentu bukan merupakan fakta dari nash hadits, melainkan sekedar tafsir dan asumsi.

Memang ada segelintir orang yang bilang bahwa beliau tarawih 11 rakaat berdasarkan hadits Aisyah yang shahih. Haditsnya memang shahih, tetapi para ulama umumnya sepakat bahwa hadits itu bukan terkait dengan shalat tarawih, melainkan shalat tahajjud itu sendiri.

Kalau untuk shalat tahajjud, umumnya para ulama sepakat bahwa beliau mengerjakannya 11 rakaat. Tetapi untuk tarawih, tidak ada satu pun dalil tentang jumlahnya di masa Nabi SAW.

Data yang paling valid tentang jumlah rakaat tarawih adalah tarawih yang dilakukan seluruh shahabat sepeninggal Rasulullah SAW di masa kepemimpinan Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu, tepatnya tahun kedua sejak beliau menjadi khalifah.

Seluruh shahat telah berijma' untuk mengerjakan tarawih sebanyak 20 rakaat, tidak ada satupun yang menolaknya. Asumsinya, kalau seluruh shahabat mengerjakan 20 rakaat, pastilah mereka tidak ngasal dan bukan ngarang. Logikanya, pastilah mereka melakukannya persis seperti yang dahulu mereka lakukan di masa Nabi SAW, yaitu sebanyak 20 rakaat.

Tetapi sekali lagi, itu sekedar asumsi, nalar dan logika berpikir, bukan fakta yang sesungguhnya. Meskipun demikian, hampir seluruh ulama sepakat bahwa jumlah rakaat tarawih itu 20 rakaat berdasarkan ijtihad.

7. Perbedaan Ketujuh : Hukum Shalat Tarawih
Meski pernah dihentikan pengerjaannya di masa Nabi SAW, namun para ulama sepakat bahwa penghentian itu bukan berarti pencabutan atas pensyariatannya. Penghentian itu semata karena alasan takut diwajibkan, sehingga ketika beliau SAW wafat, maka kekhawatiran itu tidak lagi beralasan. Sebab tidak ada pensyariatan apapun sepeniggal beliau SAW.

Maka para shahabat menjalankan shalat tarawih ini dengan status hukum sunnah, dan sebagian lagi memberi status sunnah muakkadah.

Berbeda dengan tahajjud, dimana banyak ulama mengatakan bahwa hukumnya wajib buat Rasulullah SAW dan sunnah buat ummatnya. Perhatikan hadits berikut ini :

ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى

Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunnah), yaitu shalat witir (tahajjud), menyembelih udhiyah dan shalat dhuha. (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

8. Perbedaan Kedelapan : Tarawih Banyak Istirahatnya
Perbedaan yang juga bisa kita catat bahwa shalat tarawih ini banyak istirahatnya, sebagaimana nama yang disematkan kepadanya.

Duduk istirahat di sela-sela rakaat tarawih itu menjadi amat mutlak diperlukan. Karena umumnya jumlah rakaatnya banyak dan bacaannya cukup panjang. Tidak mungkin semua itu dilakukan dengan cara berdiri terus-terusan tanpa jeda istirahat. Apalagi yang ikut shalat ini cukup banyak jumlahnya.

Lain halnya tahajjud yang umumnya Nabi SAW melakukannya sendirian. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa beliau SAW shalam sampai bengkak kakinya, karena saking lamanya. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau beristirahat di sela-sela rakaat tahajjud.

Wallahu a'lam bishshawab.
*Sumber: Rumah Fiqih
Read More

Harusnya Ramadhan Itu...

Leave a Comment


Harusnya Ramadhan itu menjadikan lisan kita lebih terjaga. Tidak akan keluar dari lisan kita kecuali itu ungkapan dan perkataan yang mulia nan sarat makna. Tidak akan keluar dari lidah kita kecuali kata-kata yang menjadikan bahagia orang-orang sekeliling kita. Tidak akan terucap dari mulut kita kata-kata yang menyakitkna hati, menjadikan benci, menimbulkan dendam dan menjadikan permusuhan. Ghibah dan fitnah kita jauhi bahkan kita tinggalkan.

Harusnya Ramadhan itu menjadikan mata kita lebih terjaga. Tidak akan kita melihat kecuali kebiakna dan kemanfaatan. Tidak akan kita melihat kecuali itu untuk menambah ketaqwaan kita kepada Allah swt. tidak akan kita melihat hal-hal yang tidak baik kecuali itu tiada kita sengaja. Tidak akan kita melihat kecuali untuk meraih kecintaan-Nya kepada kita. Pandangan yang meneduhkan orang-orang sekeliling kita, pandangan yang senantiasa terjaga dari kemaksiatan. Mata yang tajam menatap kebajikan, mata yang menunduk ketika melihat kemaksiatan.

Harusnya Ramadhan itu menjadikan menjadikan tangan kita lebih terjaga. Tidak akan kita gunakan tangan kita kecuali untuk kebajikan. Tidak akan kita gerakkan tangan kita kecuali untuk kemuliaan. menolong sesama, mengulurkan shodaqoh, zakat, dan infaq. Mengulurkan tangan untuk si papa dan kaum dhu'afa. Membelai kepala si yatim dan piatu dengan kasih mesra.

Harusnya Ramadhan itu menjadikan kaki kita lebih terjaga. Tidak akan melangkah kaki kita kecuali untuk ibadah. tidak akan melangkah kaki kita kecuali menuju kepada kebaikan dan kemuliaan. Mendatangi majelis ilmu dan menghadiri majelis Qur'an. Tidak akan melangkah kaki kita kecuali untuk sholat dan tarawih berjamaah.

Harusnya Ramadhan itu menjadikan telinga kita lebih terjaga. Terjaga dari mendengar kabar dan berita yang tidak benar. Terjaga dari mendengar ghibah dan gunjingan yang menjerumuskan. Tiada kita dengarkan kecuali itu kebaikan dan kemuliaan. Mendengarkan pengajian, mendengarkan tilawah Al-Qur'an, mendengarkan segaal bentuk kebaikan.

Harusnya Ramadhan itu menjadikan pikiran kita lebih terjaga. Tiadak pernah kita berpikir kepada kemaksiaatan dan kejahatan. Tidak kita pikirkan kecuali itu kebaikan dan kemuliaan. Berpikir tentang peningkatan kualitas diri, kualitas iman, kualitas taqwa. Berpikir untuk keluarga dan masyarakat kita. Berpikir untuk setiap kebesaran-Nya yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Harusnya Ramadhan itu menjadikan hati kita lebih terjaga. Terajaga dari noda akibat dosa dan kemaksiatan. Terjaga dari resah dan gelisah karena jauh dari Rabb yang dirindukan. Terjaga dari ujub, kikir, takabur, tamak, dan segala bentuk penyakit hati lainnya. Menjadikan hati kita terjaga dari segala syahwat duniawi yang menyesatkan.
Read More

Puasa: Lapar? Sudah pasti. Pahala? Hmmmm....

Leave a Comment
Puasa itu lapar (dan juga haus). Itu sudah pasti... Setiap orang yang berpuasa pasti mendapatkan dua hal itu. Bahkan ketika sedang tidak berpuasa pun, kita tetap merasakan lapar dan haus kan? Akan tetapi, bukan itu tujuan kita berpuasa. Bukankah kita masih ingat, bahwa Allah swt berfirman.. Ya ayyuhal ladzina amanu, kutiba alaikumus shiam, kama kutiba allaladzina min qoblikum la'alakum tataqun…

Inilah esensi kita dalam berpuasa, sebagai bentuk ketunduakan kita kepada perintah Allah swt. Karena Allah swt menciptakan kita bukan untuk apa-apa melainkan untuk beribadah kepada-Nya. Wama khalaqtul jinna wal-insa illa li-ya'buduni. Dalam surat Az-Zariat ayat 56 ini Allah swt dengan jelas menyatakan bahwa tugas kita adalah beribadah kepada Allah swt. Puasa, ini adalah salah satu bentuk dari sekian banyak ibadah kita kepada Allah swt. Maka kembali kepada ayat yang pertama kita baca tadi, ...la'alakum tataqun… inilah inti dari puasa. Agar kita, umat Islam menjadi orang-orang yang bertaqwa. Yang (dengan iklas) menjalankan setiap perintah Allah swt, dan meninggalkan setiap apa yang Dia larang, dengan tujuan meraih ridho Allah swt. 

Maka, dengan ini, kita bisa menjadikan pijakan bagi kita selama Ramadhan ini. Akankan puasa kita sudah mengarahkan kita untuk berjalan ke arah taqwa? Atau malah sebaliknya, hanya lapar dan dahaga semata yang kita dapatkan? 

Sejenak kita renungi.. akankah puasa kita selama ini sudah berbuah taqwa? Atau minimal mengarahkan kita ke arah taqwa... Jika kita ingin puasa kita menjadikan kita sebagai orang-orang yang bertaqwa.. maka mari kita hiasi puasa kita dengan segala bentuk kebaikan. Kita lipat gandakan keiklasan kita, shodaqoh, infaq, ngaji, tilawah Al-Qur'an, sholat dhuha, tarawih, tahajjud, dan bahkan bekerjapun bisa menjadi ladang pahala yang luar biasa bagi kita di bulan ini. Allah swt membuka pintu-pintu syurga, dan menutup rapat-rapat pintu neraka. Dibelenggu segala syetan, serta diterima setiap taubat dan dikabulkan segala doa.

Dan tahukah sabahat apa balasan tertinggi bagi orang-orang yang bertaqwa itu? 
Tak lain tak bukan adalah syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai dengan air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan bagi mereka tersedia segala macam buah-buahan dan ampunan dari Allah swt. (QS. Muhammad ayat 15)
Subhanallah...
Read More
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home

Translate