Ada apa dengan Kota YOGYAKARTA saat ini? Kota ini sudah semakin kehilangan ke-khas-annya. Semakin maraknya pembangunan hotel serta pusat-pusat perbelanjaan menyebabkan Kota Jogja semakin padat dan ruwet. Pembangunan hotel demi hotel serta banyaknya pusat perbelanjaan modern (mall dan sejenisnya) tidak banyak memberikan keuntungan bagi warga. Namun sebaliknya, justru lebih banyak menimbulkan dampak negatif yang tidak memberikan keuntungan bagi warga Kota Yogyakarta. Lihat saja, saat ini justru warga sangat kesulitan untuk menemukan RTH (Ruang Terbuka Hijau) untuk tempat untuk berinteraksi dan bersosialisasi, atau katakanlah untuk sekedar melepaskan penat dari setiap rutinitas kerja ataupun sekolah/kuliah. Bahkan ada wilayah di Kota Jogja yang kesulitan mendapatkan air bersih di musim kemarau karena begitu banyaknya pembangunan hotel di wilayah tersebut.
Kemudian lihat pula kondisi lalu lintas yang semakin padat dan semrawut, tidak hanya ketika musim libur tiba atau pada jam-jam tertentu saja. Bahkan hampir setiap hari terjadi kepadatan lalu lintas di jalanan Kota Jogja ini. Lihat saja di salah satu ruas jalan dimana ada Mall A*plaz di sana, juga di ruas jalan di depan L**po Mall Jogja. Hampir setiap saat macet dan padat. Belum lagi ada H***ono Mall yang katanya adalah Mall terbesar se DIY-Jateng yang sangat pula berpotensi menimbulkan kemacetan di kawasan Jalan Lingkar Utara tersebut. Dan saat ini sudah menunggu pula "lahirnya" mall-mall baru, condotel, serta apartemen-apartemen baru yang saya lihat semakin menjamur, bak cendawa di musim hujan ini. Teman-teman pasti sudah melihat, bahkan di tengah-tengah Kota Jogja, di sebelah pusat pemerintahan Kota Jogja tengah pula dibangun sebuah bangunan megah yang entah akan jadi apa itu nanti, bisa hotel, bisa apartemen, bisa pula Mall, entahlah. Tapi yang pasti akan pula menimbulkan dampak yang sama.
Banyak pemukiman warga yang tergusur karena tanah digunakan untuk pembangunan beragam hotel dan pusat perbelanjaan ini. Bahkan salah seorang rekan mengajar saya, mengatakan ada satu wilayah di Kota Yogyakarta sebanyak satu RW "hilang" tergusur oleh pembangunan sebuah hotel. Akibatnya? Entahlah, tapi salah satu analisa beliau yang kebetulan juga sebagai guru konseling, dampak sosial yang ditimbulkan juga tidak main-main, banyak di antara mereka yang tersisih dari tempat tinggalnya ke daerah-daerah pinggiran dan ahirnya menjadi pekerja "serabutan" yang ujung-ujungnya melakukan tindak kriminal.
Tentu saja jika diadakan kajian secara menyeluruh, banyak sekali dampak negatif dari semakin banyaknya hotel, condotel, apartemen, pusat perbelanjaan modern, dan entah apalagi itu istilah dan penamaannya. Mulai dari dampak lingkungan, dampak sosial, dampak ekonomi, dan masih banyak lagi. Jujur saja, berapa banyak masyarakat asli Kota Jogja yang turut menikmati hotel dan "bangunan-bangunan mewah" itu? Paling-paling yang menikmati adalah mereka-mereka kaum borjuis yang datang dari luar Kota Jogja. Saya tidak mengatakan sepenuhnya buruk terhadap adanya pembangunan hotel dan sebagainya itu di kota Jogja ini. Akan tetapi yang saya kritisi adalah "seakan-akan" pembangunan itu dilakukan secara "brutal" tanpa memperhatikan aspek perencanaan dan tata kota yang ada. Oke, katakanlah jika itu memang sudah dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada di sistem birokrasi dan perundangan yang berlakuk di kota Jogja ini. Akan tetapi, aspek histori, kebudayaan, serta kondisi sosial masyarakat Jogja harus pula diperhatikan. Jangan sampai apa yang dikatakan (dulu) Kota Jogja berhati nyaman, berbudaya, berkesenian, humanis, ramah, kota pendidikan, pusat kebudayaan Jawa, miniatur nusantara, the city of tolerance, dan sebagainya hanya akan tinggal cerita, tertutup oleh bangunan dan hutan beton yang ahirnya merubah Jogja menjadi kota metropolis tak ubahnya seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ups... salah. Bahkan Jakarta, Bandung, Surabaya pun saat ini berlomba-lomba membuat taman-taman serta ruang terbuka hijau untuk masyarakatnya. Lha ini Jogja kok malah membangun hutan beton dan pohon baja yang bertebaran di mana-mana. Duuh...
Apakah masyarakat diam saja dengan hal ini? O.. tidak. Sudah banyak masyarakat yang memberikan sindiran, kritikan dan sebagainya dari masyarakat Jogja (ataupun masyarakat yang sangat perhatian dengan Jogja). Kita masih ingat beberapa waktu yang lalu Bapak Sumbo Tinarbuko yang menulis sebuah artikel Opini di SKH Kedaulatan Rakyat yang berjudul : "YOGjakarta, Metropolitan Yogyakarta". Ini adalah salah satu dari sekian kritik masyarakat sebagai bentuk kecintaan mereka pada kota Jogja ini. Akan tetapi semua itu seakan tetap saja tidak berpengaruh kepada kebijakan pemerintah kota dalam hal ini. Lantas, bisa kita bayangkan, apa jadinya Kota Jogja ini dalam beberapa tahun ke depan? Masihkah Kota Jogja ini menjadi sebuah kota yang (benar-benar) berhati nyaman? Masihkan Jogja menjadi Kota yang istimewa yang penuh dengan budaya, seni, keramahan, humanis... atau justru menjadi kota metropilis nan hedonis, egois, dan materealistis...?
Kemudian, jika dikatakan pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan modern yang besar-besar itu demi mendongkrak kemajuan sektor pariwisata di DIY, apakah benar wisatawan lebih tertarik dengan pemandangan-pemandangan bangunan-bangunan tinggi di jalanan yang padat dan macet? Bukan saya tidak setuju ataupun apatis dengan kemajuan dan modernisasi, bukan saya menentang sepenuhnya adanya hotel dan berbagai pusat perbelanjaan modern. Hanya saja saat ini terasa sedemikian membabi-buta pembangunan-pembangunan tersebut di Kota Yogyakarta. Saya benar-benar khawatir jika nantinya (bahkan saat ini sudah mulai terasa) suasana nyaman, humanis, berbudaya, dan berhati nyamannya kota ini hilang, tergerus kapitalisme dan apa yang dikatakan "modernisasi" hingga ahirnya mengubah Kota Yogyakarta menjadi "Yok.. Jakarta"
Kami mohon, kembalikan Kota Yogyakarta yang istimewa dan Berhati Nyaman.
Coba bersama kita kembali (mengenang) kenyamanan Kota Yogyakarta....
** Sisipan lirik lagu Kla Project : Yogyakarta
Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Ditelan deru kotamu ...
Walau kini kau t'lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Ijinkanlah aku untuk s'lalu pulang lagi
Bila hati mulai sepi tanpa terobati
keren banget isi artikelnya, sangat informatif
ReplyDelete